Haruskah Menyontek?

Waktunya ujian waktunya menyontek. Haruskah hal itu dijadikan tradisi. Berawal dari calon guru, oleh guru, dan berujung kepada masa depan anak-anak bangsa. Untuk semua calon guru yang kini sedang UAS kutanykan pada kalian, haruskah menyontek itu menjadi suatu tradisi? Tidak usah menyalahkan siapapun, salahkan diri kita sendiri. Walaupun sebenarnya, tidak ada manusia yang tidak pernah menyontek.

“Cobalah bersikap jujur”. ^^,

“Menyontek atau menjiplak atau ngepek menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan W.J.S. Purwadarminta adalah mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sebagaimana aslinya.

Menurut Suparno (2000). Segala sistem dan taktik penyontekan sudah dikenal siswa. Sistem suap agar mendapat nilai baik, juga membayar guru agar membocorkan soal ulangan, sudah menjadi praktik biasa dalam dunia pendidikan di Indonesia”.( http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20080629221807)

Kasus kecurangan dalam ujian atau biasa sering kita sebut dengan menyontek sudah menjadi hal yang tidak asing lagi, khususnya dikalangan pelajar, mahasiswa, guru, dan di segala kegiatan kita sehari-hari. Menyontek memang lebih umum kita dapatkan dalam dunia pendidikan, terkait akan usaha untuk mendapatkan nilai ujian yang memuaskan.

Banyak kalangan yang mengatakan, korupsi adalah hasil dari didikan menyontek. Menyontek berarti melakukan korupsi terhadap diri sendiri. Maksudnya, korupsi dan menyontek adalah suatu kesamaan dalam hal kecurangan demi mendapatkan sesuatu yang ingin ia dapatkan dengan cara yang tidak sah. “Korupsi didefinisikan sebagai ‘Perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka’ dan menyontek didefinisikan sebagai ‘perilaku seorang murid, baik siswa maupun mahasiswa, yang secara tidak wajar dan tidak legal berusaha mempertinggi nilai ujian sendiri atau mempertinggi nilai ujian mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kepercayaan guru/dosen terhadap kemampuan mahasiswa tersebut’”. (http://irafirmansyah.wordpress.com/2008/12/24/menyontek-dan-korupsi-serupa-dan-sewajah/)

Bukankah ada kemiripan dalam pernyataan tersebut. Hanya status dan tingkatannya saja yang membedakan korupsi dan menyontek, dalam hal tindakan tentu saja memiliki kesamaan.

Bagaimana dengan masa depan bangsa kita nantinya? Apakah anak-anak bangsa akan menjadi musuh terbesar bangsa? Benarkah ini semua karena para guru yang tidak memiliki nilai tanggung jawab? Apakah karena guru, orang tua, pejabat, pemerintah, dan anak-anak bangsa ini sungguh sangat bodoh? Lalu apa yang harus kita lakukan?

Bukankah perwakilan dari pertanyaan-pertanyaan itu musti di jawab? lalu oleh siapa? Siapa yang bertanggung jawab sepenuhnya? Begitu banyak pertanyaan dalam benak. Mengapa menyontek menjadi satu hal yang bisa membuat mereka lebih puas akan hasil ujian yang mereka dapatkan. Bahkan mereka sangat bangga melakukannya. Entah masa depan bangsa ini akan seperti apa nantinya. Bisa saja jika menyontek dibiarkan begitu saja, bangsa ini akan lekas hancur. Padahal hal tersebut sangat bertolak belakang dengan tradisi bangsa kita yang sering kita elu-elukan, masyarakat yang bermoral, santun, dan bernilai.

Seorang guru diutamakan agar memberikan motivasi kepada anak muridnya. Seseorang yang memiliki motivasi dalam belajar cenderung akan mendapatkan keberhasilan, dorongan itu perlu juga di dampingi dengan memberikan pandangan akan kejujuran, karena hal itu sangat penting. Seorang anak usia dini khususnya di sekolah dasar akan rentan terpengaruhi oleh lingkungan sekitar yang berdominasi akan tindakan kecurangan, pengawasan yang ketat sangat diperlukan, seorang guru memang dituntut untuk lebih peka terhadap siswanya. Menyontek bisa kita hindarkan apabila di dalam diri sendiri berprinsip untuk memberikan yang terbaik terhadap anak didik kita. Karena apapun yang terjadi mereka adalah tanggung jawab kita bersama khususnya seorang guru terhadap anak didiknya. Menyontek bisa saja menjadi barang langka jika benar-benar menanamkan nilai kejujuran itu.

Menyontek mungkin bisa dikatakan sebagai suatu kreatifitas negatif dalam ranah pendidikan. Tentu saja hal itu sangat merugikan diri sendiri dan lingkungan yang sedang dinaunginya. Menyontek akan berimbas pada permsalahan psikologi, berkaitan akan ketidakpercayaan diri seseorang. Juga menanamkan nilai ketidakjujuran, sehingga seorang anak bisa saja akan menjadi seorang penipu. Sangat mengerikan pastinya. Orang tua seharusnya bisa lebih memberikan pengertian, bahwa menyontek adalah tindakan yang sangat buruk dan menyontek bukanlah satu-satunya cara untuk meraih nilai yang bagus. Sebenarnya tidak hanya orang tua saja tetapi kita semua yang memaham hal itu.

Miris rasanya jika hampir semua anak-anak negeri melakukan aksi menyontek. Sebagai calon guru pun terkadang melakukan hal tersebut, padahal kita tahu seorang guru harus memberikan hal baik dalam segi sikap. Aku pun tidak heran ketika sebagian teman-temanku melakukan hal tersebut, dengan susah payang mereka memfotokopi kertas pembahsan yang akan diujiankan lalu memotongnya dalam porsi kecil, dengan langkah apapun mereka berusaha untuk menyontek. Sungguh benar-benar mengecewakan. Adapula yang menuliskan beberapa kata di atas meja, menyimpan salinan di dalam tempat pensil, membawa buku di bawah meja, dan dengan terang-terangan membuka buku di tengah ujian berlangsung. walaupun aku tidak memungkiri aku pernah melakukannya, maksudku aku pernah menyontek dalam sekala kecil, karena entah mengapa menyontek membuat seseorang gelisah, dipenuhi rasa takut, malu, tidak percaya diri, dan ketika mendapatkan hasil yang baik itu sama sekali tidak membuatku bangga. kini menyontek bisa kita hindarkan dalam diri ketika sendiri dengan mengikrarkan dengan sepenuh hati dan perlahan-lahan mempercayai kemampuan diri sendiri. Menyontek adalah hasil dari kemalasan, apakah semua anak bangsa malas, sehingga mereka menyontek? ya tentu saja yang menyontek adalah orang yang malas, mereka tidak berusaha belajar dengan baik, memahami isi pelajaran dengan baik, mereka ingin mendapatkan hasil yang baik dengan cara instan yang sangat memalukan.

Dan anehnya para pengawas/guru/dosen membiarkan hal itu, padahal sangat merugikan orang-orang yang benar-benar bekerja keras dan rajin dalam belajar. Bahkan terkadang objektifitas penilaian tidak ada sama sekali, yang dinilai hanya hasil ujiannya saja sedangkan proses pembelajrannya saja sama sekali tidak dilihat. Aku pun pernah mengalami hal itu. Kala itu aku sering masuk dalam mata kuliah tersebut, aku pun terkadang aktif dalam diskusi, dan karena ketika saat ujian aku sakit dan tidak bisa berkonsentrasi dengan baik hingga akhirnya nilaiku buruk, dan nilai IP mata kuliah tersebut sangat buruk pula, sedangkan temanku yang jarang masuk dan tidak aktif, ketika ujian mereka mendapatkan nilai yang baik, tentu dengan cara menyontek. Pada saat itu aku sangat kecewa, benar-benar merugikan. Sebenarnya tidak semua guru/dosen/pengawas bertindak seperti itu, banyak pula yang memiliki pengalaman yang luas dalam mengetahui karakteristik anak didiknya, sehingga bisa menilainya dengan baik, sesuai, dan adil.

Kutegaskan kembali bahwa menyontek bukanlah satu-satunya cara kita mendapatkan nilai terbaik. Berusaha dan tetaplah percaya akan kemampuan yang kita miliki. Jungjunglah nilai kejujuran, karena kita adalah calon guru. Dengan semestinya bertindak jujur.

Satu tanggapan untuk “Haruskah Menyontek?”

  1. “Kutegaskan kembali bahwa menyontek bukanlah satu-satunya cara kita mendapatkan nilai terbaik. Berusaha dan tetaplah percaya akan kemampuan yang kita miliki. Jungjunglah nilai kejujuran, karena kita adalah calon guru. Dengan semestinya bertindak jujur.”

    Tulisan yang bagus, aku setuju itu. Tapi …. para conteker berkata, “Menyontek adalah salah satu cara kita mendapatkan nilai terbaik.”
    – Si A sebenarnya cagur (calon guru) yang tidak bloon, ia rajin belajar hanya saja kurang percaya diri.
    – Si B termasuk cagur yang lumayan bloon di kelasnya. Tapi ia cerdik, banyak akal, mau kerja keras dan menyadari kebloonannya.
    -Si C termasuk cagur yang kurang pinter. Tapi ia PeDe dan ngga’ neka-neka alias jujur.
    Ketika ujian semester berlangsung Si A dan si B menyontek, sedangkan si C PeDe aja mengerjakan soal sebisanya.
    Hasilnya …. Ya Si C lebih banyak mengoleksi nilai C bahkan disamping D daripada B apalagi A. Sedangkan si A dan B bangga dengan hasil yang baik…

    Kalo begini… mo dikemanakan orang-orang jujur???
    Mungkin kebanggaan semu masih lebih dihargai daripada kejujuran.

    Sadarlah… Dunia ini fana. Keabadian adalah di akhirat.
    Barangkali ada baiknya kita berkata, “Kasihanilah diri kita jika masih mencari kebanggaan semu dengan mengorbankan kebanggaan yang abadi. Kebanggaan di hadapan pemilik segalanya. Kebanggaan di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa.”

    Bagaimana dengan Anda wahai pembaca yang budiman?

Tinggalkan komentar